Kejanggalan Kian Mengemuka, Sidang ODGJ Sahwito di PN Sumenep Makin Panas, Korban Jadi Terdakwa

www.peristiwaRakyat.com.ǁSumenep,12 Desember 2025-Sidang lanjutan perkara dugaan penganiayaan terhadap ODGJ bernama Sahwito kembali memanas di Pengadilan Negeri (PN) Sumenep, Madura.

Sidang yang berlangsung hampir tujuh jam, sejak pukul 13.21 WIB – 19.57 WIB itu justru mengungkap semakin banyak kejanggalan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) penyidik Polres Sumenep.

Alih-alih menguatkan dakwaan, sejumlah saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) maupun kuasa hukum terdakwa justru mematahkan poin-poin utama BAP, terutama terkait isu “saling pukul” antara Asip Kusuma dan Sahwito.

Sidang yang berlangsung pada Kamis (11/12/2025), tepatnya di Jl Raya Trunojoyo Sumenep itu, JPU kembali menghadirkan dua saksi penting, yakni Kades Rosong Puri Rahayu dan suaminya, Fauzi.

Kehadiran keduanya dimaksudkan untuk mengonfirmasi ketidaksesuaian antara keterangan di BAP dengan kesaksian pada sidang sebelumnya.

Namun, hasilnya tetap sama: kedua saksi kembali membantah isi BAP penyidik.

Kades Puri Rahayu menegaskan, ia tidak pernah melihat adanya saling pukul antara Sahwito dan Asip Kusuma saat kejadian di acara pernikahan warga.

Ia menyampaikan bahwa ketika Sahwito mulai mengamuk, ia langsung menghubungi istri Sahwito, ST Nurtabia.

“Beliau (istri Sahwito) yang meminta agar suaminya diikat,” kata Kades Puri di depan Majelis Hakim.

Suaminya, Fauzi juga membantah keras pernyataan pelapor H Juhri seperti tercantum dalam BAP.

“Saya tidak pernah bilang begitu. Saat kejadian saya berada di dapur. Kalau mau dicek, silakan lihat riwayat percakapan saya dengan H Juhri,” tegas Fauzi.

Kuasa hukum terdakwa, Marlaf Sucipto, menilai kesaksian ini kembali menguatkan dugaan bahwa BAP lebih banyak berisi kesimpulan penyidik daripada keterangan saksi.

Ahli Visum Hanya Dokter Umum, dan Bukti Video Disebut Dikirim Lewat Bluetooth Misterius

Sidang juga menghadirkan dua saksi jarak jauh via Zoom, yakni dokter penyusun visum dan Bhabinkamtibmas Polsek Nonggunong, Aiptu Kunto.

Fakta pertama yang membuat kuasa hukum keberatan adalah bahwa “ahli visum” ternyata bukan dokter forensik melainkan dokter umum Puskesmas Nonggunong.

Marlaf menilai hal ini penting karena visum menjadi dasar utama dakwaan terhadap Asip dkk.

Kejanggalan berikutnya muncul dari kesaksian Aiptu Kunto. Ia mengaku memperoleh video luka-luka Sahwito dari bluetooth orang tak dikenal saat sedang patroli.

Pernyataan tersebut membuat para peserta sidang yang hadir langsung saling pandang.

“Barang bukti kasus pidana dikirim via bluetooth oleh orang misterius,” gumam salah satu peserta sidang.

Empat saksi dari pihak terdakwa kemudian memberi keterangan, dan kembali mengungkap fakta berbeda dari dakwaan JPU.

Fathor Rahman, saksi mata yang hadir di lokasi, menyebut bahwa Musahwan justru menjadi korban dalam insiden itu.

“Musahwan dipiting oleh Sahwito. Kalau tidak dilerai Suud, mungkin lebih parah sebutnya.

Namun, anehnya, baik Musahwan maupun Suud kini menjadi terdakwa.

Tiga saksi lain, H Mansuri (Kades Talaga), Abd Rahman dan Hasan Basri juga mengungkap pola perilaku Sahwito yang dinilai sering meresahkan warga, mulai membawa sajam, memukul warga, mengganggu anak-anak sekolah, hingga melecehkan perempuan.

Melihat potongan video yang ditampilkan di layar sidang, kuasa hukum meminta Majelis Hakim menghadirkan Asnawi dan Bukhari, dua orang yang terlihat ikut mengikat Sahwito, tetapi oleh penyidik hanya dijadikan saksi.

Dalam sidang itu, Hakim Tedja langsung mengabulkan permintaan tersebut.

Kuasa Hukum Marlaf Sucipto menegaskan sedikitnya ada lima kejanggalan yang kembali mencuat dalam sidang kali ini:

1. Isu “saling pukul” tidak sesuai fakta

Dua saksi yang diklaim penyidik menyebut adanya saling pukul ternyata membantah keras hal itu di persidangan.

2. Korban justru berubah menjadi terdakwa

Beberapa saksi menyampaikan bahwa Asip Kusuma, Musahwan, dan Abd Salam justru menjadi korban tindakan Sahwito.

3. Pengikatan dilakukan berdasarkan permintaan istri Sahwito

Penetapan tiga orang sebagai tersangka dianggap tidak tepat karena mereka mengikat Sahwito atas permintaan keluarganya sendiri.

4. Visum para korban tidak lengkap

Beberapa korban dari pihak terdakwa bahkan tidak divisum, sehingga bukti medis tidak utuh.

5. Ada saksi verbalisan tanpa BAP

“Saksi verbalisan bernama Nunik menyebut adanya saling pukul, namun ketika diminta menjelaskan detail oleh hakim, ia tidak bisa memberikan penjelasan lengkap,” ucap Marlaf.

Kemudian, tepat pukul 19.57 WIB sidang ditutup setelah menghadirkan total delapan saksi. Dan sidang selanjutnya dijadwalkan pada 22 Desember 2025.